Selasa, 24 November 2009

Tuhan Sembilan Senti


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemisngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Selasa, 10 November 2009

Terima kasih Ya Alloh!


Seseorang bercerita, aku bermimpi suatu hari aku pergi ke surga dan seorang malaikat menemaniku serta menunjukkan keadaan di surga.

Memasuki suatu ruang kerja yang penuh dengan para malaikat. Malaikat yang mengantarku berhenti di depan ruang kerja pertama dan berkata,"


Ini adalah Seksi Penerimaan.
Disini, semua permintaan yang ditujukan pada Allah, diterima".

Aku melihat-lihat sekeliling tempat ini dan aku dapati tempat ini begitu sibuk dengan begitu banyak malaikat yang memilah-milah seluruh permohonan yang tertulis pada kertas dari manusia di seluruh dunia.

Kemudian,....
aku dan malaikat-ku berjalan lagi melalui koridor yang panjang. lalu sampailah kami pada ruang kerja kedua.

Malaikat-ku berkata,
"Ini adalah Seksi Pengepakan dan Pengiriman.

Disini, kemuliaan dan rahmat yang diminta manusia diproses
dan dikirim ke manusia-manusia yang masih
hidup yang memintanya".


Aku perhatikan lagi betapa sibuknya ruang kerja itu.
Ada banyak malaikat
yang bekerja begitu keras karena ada begitu
banyaknya permohonan yang
dimintakan dan sedang dipaketkan untuk dikirim ke bumi.

Kami melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai pada ujung terjauh koridor panjang tersebut dan berhenti pada sebuah pintu ruang kerja yang sangat kecil.


Yang sangat mengejutkan aku,

hanya ada satu malaikat yang duduk
disana, hampir tidak melakukan apapun.

"Ini adalah Seksi Pernyataan Terima Kasih", kata Malaikatku pelan.
Dia tampak malu.

"Bagaimana ini? Mengapa hampir tidak ada pekerjaan
disini?", tanyaku.

Menyedihkan", Malaikat-ku menghela napas. "
Setelah manusia menerima rahmat
yang mereka minta, sangat sedikit manusia yang
mengirimkan pernyataan terima kasih".



"Bagaimana manusia menyatakan terima kasih atas Rahmat Tuhan?", tanyaku.

"Sederhana sekali", jawab Malaikat.

"Cukup berkata,
'ALHAMDULILLAHI RABBIL AALAMIIN,
Terima kasih, Tuhan' ".



"Lalu, rahmat apa saja yang perlu kita syukuri?”, tanyaku.

Malaikat-ku menjawab,

"Jika engkau mempunyai makanan di lemari es,
Pakaian yang menutup tubuhmu,
atap di atas kepalamu dan tempat untuk tidur,

Maka engkau lebih kaya dari 75% penduduk dunia ini.

"Jika engkau memiliki uang di bank, di dompetmu,
dan uang-uang receh,

maka engkau berada diantara 8% kesejahteraan dunia.

"Dan jika engkau mendapatkan pesan ini di komputermu,
engkau adalah bagian dari 1% di dunia yang memiliki kesempatan itu.

Juga....
Jika engkau bangun pagi ini dengan lebih banyak kesehatan daripada kesakitan ...
engkau lebih dirahmati daripada begitu banyak orang di dunia ini yang tidak dapat bertahan hidup hingga hari ini.

"Jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang, kesepian dalam penjara, kesengsaraan penyiksaan, atau kelaparan yang amat sangat ....Maka,engkau lebih beruntung dari 700 juta orang di dunia".

"Jika,........
engkau dapat menghadiri Masjid atau pertemuan religius tanpa ada
ketakutan akan penyerangan, penangkapan, penyiksaan,atau kematian ...

M a k a,....engkau lebih dirahmati daripada 3 milyar orang didunia.

"Jika,....orangtuamu masih hidup dan masih berada dalam ikatan pernikahan ...
Maka,.....engkau termasuk orang yang sangat jarang.

"Jika engkau dapat menegakkan kepala dan tersenyum,
maka,.....
engkau bukanlah seperti orang kebanyakan,
engkau unik dibandingkan emua mereka yang berada dalam keraguan dan keputusasaan.

"Jika,...engkau dapat membaca pesan ini,
maka engkau menerima rahmat ganda
yaitu
bahwa seseorang yang mengirimkan ini padamu, berpikir bahwa engkau
orang yang sangat istimewa baginya, dan bahwa, engkau lebih dirahmati
daripada lebih dari 2 juta orang di dunia yang bahkan tidak dapat membaca sama sekali".

Nikmatilah hari-harimu, hitunglah rahmat yang telah Allah anugerahkan kepadamu.

Dan jika engkau berkenan, kirimkan pesan ini ke semua
teman-temanmu untuk mengingatkan mereka betapa
dirahmatiNya kita semua.

"Dan ingatlah tatkala Tuhanmu menyatakan bahwa,
'Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Aku akan menambahkan lebih banyak
nikmat kepadamu' ".
(QS:Ibrahim (14) :7 )